Teori Pembelajaran Sosial Ala Bu Yati

23.37 / Diposting oleh Phyrman /

Sering kita lihat anak2 berdiri didepan TV sambil berdendang, menari dan menyanyi mengikuti gerakan tokoh kartun idolanya seperti Dora the explorer atau tokoh fiksi lainnya. Mereka begitu bergembira belajar dari televisi irama tarian tersebut.

Dalam buku ”Teori Komunikasi; Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa”, karya Werner J. Severin dan James W Tankard, JR. Aktifitas anak2 tersebut merupakan dampak dari media massa, terutama televisi, yang biasa disebut Teori Pembelajaran Sosial.

Menurut Albert Bandura, Teori Pembelajaran Sosial (social learning theory) menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini terutama banyak berharga dalam menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi, teori ini juga bisa diterapkan dan diaplikasikan pada bidang-bidang dampak media massa yang lain.

Teori pembelajaran sosial mengakui bahwa manusia mampu menyadari atau berpikir bahwa mereka dapat mengambil manfaat dari pengamatan dan pengalaman, teori ini mengakui bahwa banyak pembelajaran manusia terjadi dengan menyaksikan orang lain yang menampilkan perilaku yang beraneka ragam. Jenis pembelajaran ini juga dapat dengan jelas terjadi melalui media massa. Seseorang dapat mengamati orang lain yang terlibat dalam perilaku tertentu di media massa dan dapat mempraktikan perilaku itu dalam kehidupannya.

Pada kasus lain, ada sebuah cuplikan berita menarik tentang bagaimana dampak teori ini terjadi :

Judul : Yati Berbuat Jahat Setelah Meniru Ryan

Sri Rumiyati alias Yati (48) bertutur kepada wartawan beberapa waktu lalu, ”Saya memutilasi Pak Hendra karena meniru Ryan, terutama dari tayangan televisi selain dari koran yang saya beli di angkot (angkutan kota). Daripada repot, untuk menghilangkan jejak jenazahnya, saya potong-potong saja Pak Hendra seperti dilakukan Ryan.”

Yati adalah tersangka kasus mutilasi terhadap suaminya, Hendra. Sejumlah potongan tubuh Hendra dibuang Yati di kolong kursi Bus Mayasari Bhakti P-64 dan ditemukan warga pada 23 September 2008.
(sumber : cetak.kompas.com, Senin, 10 November 2008)

Pembelajaran sosial terutama efektif pada televisi, dimana audiens mendapatkan kekuatan berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan.

Terkadang di lapangan, sebagai wartawan televisi, kita dituntut mengambil gambar olah TKP seorang tersangka yang sedang memperagakan proses mutilasi, dan dengan terpaksa kita mengambil gambar apa adanya, sehingga tayangan yang muncul di televisi pun adalah tayangan kejadian tersebut. Kita tidak sadar bahwa ternyata gambar itu, bisa menginspirasi penonton untuk meniru adegan tersebut. Walaupun menurut penelitian, pelaku copycat crime relatif sedikit jumlahnya, tapi tidak ada salahnya kita ikut memikirkan dampak tersebut.

Saya teringat pernah mendapat sedikit wejangan dari seorang kamerawan senior di kantor, tentang simbolisasi gambar. Dimana kita dituntut membuat sebuah gambar yang mampu menceritakan sebuah peristiwa nyata, tanpa menunjukkan visual nyata yang mengerikan. Dia mencontohkan, pemberitaan di sebuah TV asing yang hanya mengambil shot sebuah kereta api yang rusak parah dan hancur secara detil, untuk menunjukkan banyaknya korban manusia, tanpa ada sedikit pun gambar manusia yang tewas.

Mungkinkah kita bisa bersepakat mencari cara meminimalisir dampak negatif tayangan TV?
Sementara visual seperti itulah yang dicintai "rating".


Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar