Kekerasan Dalam Media

23.49 / Diposting oleh Phyrman /

Kekerasan yang sangat digemari di Indonesia adalah kekerasan pada berita-berita kriminal, kekerasan ini biasa disebut sebagai “kekerasan dokumen”, yaitu penayangan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa sebagai dokumentasi atau rekaman fakta kekerasan. Penggambarannya bisa melalui tindakan (pembunuhan, pertengkaran, perkelahian,kerusuhan dan tembakan), atau situasi (konflik, luka, tangisan) dimana emosi yang terungkap menggambarkan perasaan yang terdalam.

Contoh lain dari kekerasan dokumen adalah “peradilan melalui media”, dimana media sudah memberitakan hukuman bahkan sebelum tersangka dinyatakan bersalah. Mereka dicurigai bisa diberitakan seakan-akan sudah menjadi terdakwa yang bersalah. Media seakan tidak puas hanya melaporkan proses peradilan, lalu menempatkan diri sebagai penyidik atau jaksa penuntut. Para wartawan pun mengadopsi cara kerja polisi atau jaksa, sabar mendetail dan ulet (A. Civard Racinais, 2003). Bahkan saksi penting sudah lebih dulu diwawancarai wartawan, sebelum dimintai keterangan atau kesaksian oleh polisi atau jaksa. Dalam hal ini wartawan sering melanggar asas praduga tidak bersalah. Akibatnya, seringkali seorang tersangka salah tangkap menjadi korban pemberitaan wartawan, dan gagal mendapat rehabilitasi dari media, karena ditinggalkan begitu saja. Reputasi seseorang bisa hancur hanya karena kesimpulan keliru dari pemberitaan, bahkan terkadang koreksi atas pemberitaan itu tidak sebanding, karena hanya diberi ruang yang sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.

Satu contoh pemberitaan yang sangat menghancurkan reputasi seseorang adalah penayangan penggrebekan hotel mesum atau tempat prostitusi, tanpa menyamarkan gambar pelaku. UU pidana di Indonesia, hanya menghukumnya sebagai tindak pidana ringan, yaitu mengganggu ketertiban umum, sedangkan pasal-pasal yang terkait, misalnya kasus perselingkuhan merupakan kasus delik aduan, artinya seorang pelaku perzinahan hanya bisa dihukum jika ada tuntutan dari pasangan resmi. Prinsip efek jera menjadi tidak sebanding dengan hancurnya masa depan si pelaku. Contoh kasus banyak pelajar, mahasiswa/i yang dikeluarkan dari sekolahnya karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah. Demikian juga dosa sosial, berupa caci maki dari masyarakat, bahkan hingga pengusiran dari lingkungan tempat tinggal.

Bahaya kekerasan dalam media
Berdasarkan hasil riset American psychological Association pada tahun 1995, ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian serius terkait dampak kekerasan dalam media yaitu;
1. Mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif
2. Memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban.
3. Tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa, betapa bahayanya dunia.

Sophie Jehel menerangkan bahwa kekerasan dalam media sangat berpengaruh pada psikologi anak. Menurutnya, anak membutuhkan rasa aman supaya bisa menemukan tempatnya pada masyarakat. Konfrontasi dengan kekerasan dalam media merupakan penderitaan. Meskipun ada ekspresi senang, puas atau tertarik pada kekerasan, sering tanpa disadari, anak sebetulnya bergulat pada suatu perjuangan, kegelisahan dan berakibat pada munculnya rasa stress. Dampaknya energi anak akan tersita untuk mempertahankan diri dari rasa gelisah dan stress itu, sehingga kehilangan energi untuk membangun identitas secara positif. Penayangan kekerasan ini juga akan mengubah persepsi anak tentang dunia.

Mungkin ada benarnya juga, program berita “BUSER” tayang dini hari hehehe…

Referensi :
Etika Komunikasi; Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi, Dr. Haryatmoko, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2007.


Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar