Pekerja Media

23.41 / Diposting oleh Phyrman /

Tadi pagi sebelum ke kantor, saya sempat membaca buku ''Etika Komunikasi; Manipulasi Media, Kekerasan dan Pornografi" karya Dr. Haryatmoko, penerbit Kanisius 2007. Ada satu bagian bab di dalam buku itu yang menyoroti kondisi profesi wartawan saat ini. Dan menurut saya, tulisan tersebut sangat menarik untuk dicermati. Berikut cuplikan pada hal 58 -60.

Budaya Baru: Organisasi Luwes dan Iklim Persaingan

Logika waktu pendek menuntut pilar institusi kapitalis menyesuaikan diri dengan memperpendek kerangka waktu organisasi, menekankan tugas jangkan pendek dan segera (Sennet, 2006:49). Pembagian kerja lebih menekankan task oriented daripada kerja dengan peran yang sudah ditentukan. Maka, outsourcing beberapa fungsi ke perusahaan lain dipraktekan dimana-mana. Cara ini memungkinkan manajer menghindari lapisan birokrasi yang tidak perlu.

Kontrak terbatas menjadi praktek biasa untuk menghindari pembayaran jaminan sosial, biaya kesehatan, pensiun dan supaya tidak direpotkan oleh masalah konflik kerja. Kontrak dengan pekerja berubah sesuai dengan perubahan aktifitas perusahaan. Maka, wartawan juga harus mengikuti kebutuhan proyek dan orientasi sesaat dari media dimana bekerja, yang kadang-kadang harus mengabaikan spesialisasinya untuk pemuasan diri.

Organisasi semakin dituntut luwes. Pekerja harus memiliki ketrampilan penyesuaian diri: pertama, pro aktif berhadapan dengan situasi tak menentu; kedua, dalam struktur yang cair, kepekaan atas apa yang harus segera ditangani menggantikan tugas yang sudah terdefinisi. Di perusahaan diciptakan iklim persaingan antar tim dengan dibentuk kelompok-kelompok kerja otonom (Bourdieu, 1998; Sennet, 2006:51). Persaingan itu berlangsung dalam mencari uang, mendesain produk, serta pembaruan organisasi supaya lebih ramping dan lincah menyesuaikan diri.

Persaingan antar pekerja dipacu dengan individualisasi hubungan kerja, yaitu target setiap orang, sistem kenaikan gaji, sistem karier, strategi agar orang merasa bertanggung jawab dan menerapkan pengawasan diri dalam manajemen partisipatif. Sistem yang berlaku adalah "pemenang berhak atas semua imbalan" (Sennet, 2006:51). Persaingan adalah bagian dari sistem panotisme (manajemen pengawasan): pengawasan atau kehadiran secara fisik bisa diskontinyu, namun efek kesadaran diawasi tetap berlangsung.

Dibiarkan terjebak dalam persaingan tanpa penengah membuat tidak jelas batas antara kolega dan pesaing, akibatnya ada rasa tidak aman pada semua tingkat hierarki, stress tinggi dan gelisah. Pekerja atau wartawan (menarik bahwa sebutan “wartawan” di Amerika sring diganti dengan “media worker” dibuat patuh oleh situasi tidak menentu dan oleh ancaman sewaktu-waktu akan menganggur. Budaya baru ini cenderung menghancurkan struktur kolektif (keluarga, asosiasi, dan solidaritas). Dalam sistem ini, hanya mereka yang memiliki teknik ketrampilan tinggi mampu bersaing dan kerasan. Sedangkan yang tidak memiliki ketrampilan khusus akan terpinggirkan. Globalisasi ekonomi cenderung masih meninggalkan mayoritas penduduk merasa tak berguna. Sistem ini hanya butuh elit yang kompeten.

Selain perusahaan selalu dibawah ancaman permanen ditutup atau delokalisasi, ketakutan PHK juga datang dari adanya pasokan pekerja global, otomatisasi (komputerisasi), serta manajemen yang meminggirkan orang berumur. Tenaga terampil yang terjangkau dari segi keuangan bisa diperoleh dengan mudah dari India atau Cina. Otomatisasi memungkinkan mesin mengganti manusia. Otomatisasi tidak peduli pengalaman. Ketrampilan dipahami sebagai kemampuan melakukan sesuatu yang baru.

Perasaan tak berguna juga datang dari peminggiran yang telah berumur. Ini karena anggapan bahwa semakin tua berarti semakin lamban, kreatifitas melemah dan kurang energik, atau terjadi skill extinction (ibid., 95). Kebanyakan pekerja selama berkarier butuh setidaknya tiga kali untuk belajar kembali atau melatih diri. Kebanyakan perusahaan lebih memilih merekrut pekerja muda yang masih segar dan kreatif daripada mengirim karyawannya untuk pelatihan atau belajar lagi. Selain dari segi biaya lebih murah, juga dalam perusahaan yang selalu bergerak dan luwes, lemahnya loyalitas dan institusional knowledge tidak terlalu meresahkan. Tersingkir dari sistem ekonomi karena tidak terampil, kalh dalam persaingan yang ketat, pasokan pekerja global, otomatisasi dan manajemen peminggiran tenaga berumur mengakibatkan perasaan tak berguna.


Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar