What Love Can Do?

13.20 / Diposting oleh Phyrman /

1
Seorang sahabat lamaku bercerita tentang kegalauan hatinya, apakah dia harus menjadi seorang pahlawan yang rela melepas kekasih yang amat dicintainya untuk berpaling pada orang lain, atau mempertahankan cinta yang sudah dibangun sekian lama tapi harus melihat seseorang yang sangat dikasihinya tenggelam dalam kesedihan, karena tidak dapat bersatu dengan pujaan hatinya yang baru.

Mungkin akan sangat dilematis, menyakitkan tapi memunculkan kebahagiaan tersendiri saat melihat kekasih kita dapat bersuka cita dengan cintanya yang tulus, walau bukan dengan diri kita. Tapi tidakkah boleh kita juga bersuka cita bersama cinta pilihan kita dengan menjaga keutuhan itu.

Saya tidak tahu siapakah yang harus dianggap benar dalam kasus ini? Kawanku yang sebenarnya masih ingin mempertahankan cinta atau kekasihnya yang berani jujur mengatakan bahwa dirinya sudah tidak cinta lagi.

Saya juga tidak tahu siapa yang akan dianggap egois, kawanku yang tetap berusaha memperkuat rangkaian kisah kasih dengan seseorang yang tulus dicintainya, atau sang belahan jiwa yang berharap diberi kebebasan untuk memilih cintanya sendiri.

Menjaga sebuah keutuhan cinta adalah sebuah pengorbanan yang suci, dimana pengorbanan kita untuk sang kekasih adalah kebahagiaan itu sendiri. Namun bagaimana jika pengorbanan itu sendiri tidak dihargai sebagaimana mestinya.

Mungkinkah kita bisa hidup bahagia, saat melihat sebuah ketidak ikhlasan cinta yang selalu mendampingi, seumur hidup kita???

2
Beberapa tahun silam, sebuah kesaksian bagaimana manusia meyakinkan dirinya untuk cinta dengan segala doa dan harapan. Sebuah resepsi pernikahan sakral digelar dalam suasana biru nan indah. Sang mempelai wanita sahabatku mencoba tetap berusaha tersenyum dan menampilkan wajah ceria, saat hari yang penuh kebahagiaan itu dirinya bersanding di pelaminan suci, bukan didampingi oleh suami tercinta, tapi sang adik.

Sebuah tayangan video digelar disampingnya, untuk menunjukkan pada para tamu undangan; kawan-kawannya, teman-teman suaminya, rekanan orang tuanya dan handai taulan. Sebuah akad nikah syahdu disebuah rumah sakit, yang menyatukan dua cinta di hadapan Tuhan, beberapa saat sebelum sang suami harus menjalani operasi kanker otak. Sebuah pertaruhan medis dimana perbedaan antara sisi manusia dan sisi Tuhan sangat tipis.

Ya, dihadapan saudara, sahabat, dan kawan-kawan yang disayanginya, dia tampil tegar sendirian, menunjukkan bagaimana kekuatan cintanya mampu mengalahkan segala ego, dengan setulus hati dengan penuh harapan dan doa.

Satu per satu kawan yang datang, menyalami dan memeluknya dengan menahan titik air menetes, suasana resepsi yang biasanya diisi dengan canda tawa dan humor mesum, berganti dengan haru biru tanpa ada yang sutradara yang men-skenario-kannya. Semua orang menjadi berpikir tentang tulusnya cinta yang dimiliki sahabatku dan bagaimana tegarnya dia, saat menghadapi beban yang berat ini, sendirian.

Ya, mereka harus memerankan pergulatan cinta, masing-masing sendirian. Sang suami mempertaruhkan jiwanya demi keutuhan cinta abadi, dengan menyerahkan dirinya pada tim medis dan keajaiban Tuhan, sang istri memerankan dirinya dalam wajah keceriaan cinta dalam sebuah resepsi, sendirian, kendati hatinya diliputi kekalutan.

Ya, cinta adalah sebuah ketulusan dimana kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada pasangan kita, atau pada diri kita sendiri.

Ah, cinta….


Celesta, 29 Juli 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar