Koordinasi Gampang Susah...

20.48 / Diposting oleh Phyrman /

Bola itu dilemparkan dengan terarah oleh sang kiper pada swing back, yang dengan sedikit berlari segera diopernya pada rekan2nya di tengah lapangan, lalu dengan lincah beberapa pemain gelandang saling memainkan bola dari kaki ke kaki dengan umpan-umpan pendek, tak ada tarian meliuk yang menggiring bola sendirian, lalu pada moment yang tepat, sang striker menyambut bola dari pemain dibelakangnya, mengocek bola sendirian, karena merasa tak mampu keluar dari kepungan pemain bertahan lawan, segera ditendangnya bola ke arah pemain gelandang lain yang berdiri bebas didekat gawang, dan goooooolllll…

Yap, koordinasi yang efektif dari kaki-kaki seringkali lebih produktif dibanding kumpulan bintang pada sebuah klub raksasa sepakbola. Memang tak dapat dipungkiri, bahwa kualitas individu juga sangat mempengaruhi hasil suatu output. Namun juga tak dapat diremehkan, bahwa seorang bintang sangat identik dengan egoisme pribadi, terkadang membuat dia merasa sebagai point of view dari semua mata penonton di stadion, ego itu yang membuatnya berusaha mempertontonkan kemampuan tariannya sendirian dan melupakan kerjasama tim.

Koordinasi adalah kunci dari semua pemecahan masalah, jika kita tak mampu berpikir sendirian, maka bukalah otak kita untuk menerima ide dan saran dari rekan kerja. Koordinasi adalah sesuatu yang sangat sederhana, cukup dengan meluangkan 1 menit berkirim sms, atau beberapa detik mengingatkan informasi, atau membuang sedikit pulsa dengan cara menelepon, akan menghindarkan dari sebuah kerugian yang besar. Koordinasi yang baik akan merubah modal atau SDM yang rendah nilainya, menjadi sebuah hasil produksi yang berkualitas tinggi.

Pernahkan anda merasa kesal karena pekerjaan tim yang harusnya bisa segera diselesaikan tiba-tiba jadi terhambat gara-gara ada satu orang yang “hilang” tanpa alasan dan saat muncul, dia hanya tersenyum kecil tanpa nada penyesalan, lalu berkata “kan minggu kemarin gw udah bilang ada acara keluarga” sambil berharap orang lain memahami urusannya.

Atau kita menemukan klien yang marah-marah karena deadline yang dijanjikan gagal terpenuhi, karena ada bagian kecil proyek yang lupa dikerjakan oleh salah satu tim kita, dan merusak kredibilitas semuanya.

Atau pada rolling shift kerja, ternyata pada jam pergantian waktu, si karyawan dan si pengganti justru tidak ada dikantor, karena yang satu pulang ontime dan berharap si pengganti datang ontime juga, sedangkan si pengganti yang terlambat berpikir bahwa karyawan shift awal akan menunggu dirinya sebelum pulang.

Dalam sebuah tim kerja, kehilangan 1 orang bisa jadi bukan masalah besar, asalkan diberitahukan sebelumnya, sehingga dicari orang lain yang bisa menggantikan.

Pun, sebuah bagian proyek yang sederhana, bisa jadi akan mudah dirangkap tugaskan pada kawan se tim, asal diinformasikan sebelumnya, sehingga si kawan tidak terburu-buru dalam mem back up nya.

Demikian juga dalam pertukaran shift, 30 menit adalah bukanlah waktu yang lama untuk menunggu, asal yang datang terlambat, menelepon keterlambatannya.

Kekacauan diatas seringkali terjadi, dan penyebabnya sangat sederhana yaitu “mis-koordinasi”. Yang satu mengharap orang lain memahami dirinya, sehingga dia merasa tidak perlu meng“informasi”kan, dan yang lain berpikir, mana mungkin saya tahu tanpa diberitahu sebelumnya.

Yap, koordinasi adalah hal kecil yang berdampak besar.

Berharap orang lain sudah paham tentang tugas nya, sehingga dirinya lalai untuk mengingatkan kembali, adalah hal yang paling sering terjadi.

Beberapa hari lalu ada satu contoh kecil bagaimana sebuah miskoordinasi merusak kualitas produk. Di sebuah stasiun televisi, suatu tayangan program berita yang sudah berjalan bertahun-tahun tanpa masalah, tiba-tiba muncul dengan gambar presenter yang siluet, alias tanpa cahaya, lalu sang presenter pun terbata-bata membaca naskah berita seolah masih jetleg.. Bagaimana itu bisa terjadi? Apakah karena ada kru baru sehingga tidak tahu job desk nya? Atau karena ada kesalahan teknis sehingga lighting terlambat menyala? Atau presenternya masih baru sehingga grogi?

Usut punya usut, ternyata hal diatas bukanlah penyebabnya. Semua kru yang saat itu bertugas adalah profesional yang menguasai job nya dengan baik. Tak ada kerusakan teknis yang terjadi, dan tak ada human error. Penyebabnya adalah hal yang sangat-sangat sepele; produser lupa mengingatkan program director tentang program yang akan tayang, PD pun lupa mencek ulang rundown sehingga salah perintah pada kru studio, lalu presenter yang sudah standby tidak mendapat informasi jam tayang program tersebut.

Saling berharap rekan kerjanya sudah tahu semua informasi, sehingga lupa untuk cek n ricek, dan cenderung malas bertanya, menjadikan koordinasi berantakan. Ya, kekacauan itu disebabkan masalah koordinasi yang tidak berjalan efektif.

Kalau sang produser sebelum siaran menginformasikan dan mengingatkan kembali pada PD bahwa jadwal siaran adalah program A dan jam tayang adalah waktu B, terus PD melanjutkan informasi tersebut ke presenter, cameraman, dan lightingman, maka kekacauan itu tidak akan pernah terjadi.

Tapi yang terjadi adalah produser lupa menginformasikan ke PD, karena mengangap PD sudah memahami rundown, yang ternyata salah dipahaminya.
Lalu PD memperkirakan bahwa programnya adalah A dan ternyata program B, sehingga salah memberi perintah pada tim nya.

Inti permasalahan adalah “kemalasan” untuk memberi informasi secara detil dan berulang-ulang, dan “kemalasan” untuk bertanya informasi yang benar, sehingga lebih suka memperkirakan saja. Tidak ada cek n ricek.

Ciri-ciri masyarakat Indonesia yang memiliki budaya komunikasi konteks tinggi (high context culture) adalah menyepelekan cek n ricek, malas berkomunikasi yang langsung pada inti masalah (to the point), lebih suka menyindir dengan bahasa halus dari pada menegur secara langsung, dan lebih suka memperkirakan daripada bertanya karena takut dianggap bodoh.

Dan hal-hal diatas adalah alasan mengapa “koordinasi” menjadi hal yang sangat susah dilakukan oleh masyarakat kita.

Coba dengarkan keluhan ini:
“Apa susahnya sih telpon dulu??”
“Dari tadi bilang kek, jadi gw gak salah ngerjain!!”
“Kalau emang tidak bisa masuk bilang dong, jadi bisa dicari penggantinya, jangan diam aja lalu tiba-tiba bilang ada acara keluarga, emang acara tidak direncanakan apa??”.
“Sorry, aku pikir kamu yang liputan di bekasi, ya udah dech, sekarang kamu bergeser dari tangerang ke tkp di bekasi” (padahal jalanan macet total).
“Gila kali yaa, si bos udah dikasih tahu jauh-jauh hari, diam aja. Sekarang giliran waktu mepet gini, baru gw disuruh ngerjain, terpaksa gw tolak. Emang gw superman apa??”.
“Maaf mas, acaranya kan masih minggu depan” kata resepsionis. “lho kok bisa, padahal saya diplotting korlip hari ini mbak??” kata reporter. (wakakakakkkkk…)

Apakah itu juga terjadi pada diri anda???


Celesta, 28 Juli 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar