V.O.N.I.S

00.24 / Diposting oleh Phyrman /

Jika kita mendengar kata vonis, maka pikiran kita akan bergerak menyusuri sebuah terowongan imajinasi yang menakutkan. Sebuah kata yang bisa berarti adalah akhir dari segalanya, akhir dari sebuah perjuangan, akhir dari sebuah kesenangan, dan mungkin akhir dari hidup itu sendiri.

Sesungguhnya vonis hanyalah pendapat manusia tentang suatu hal berkaitan dengan profesi dan keilmuan yang dimilikinya. Seorang hakim bisa memberi vonis mati berdasarkan ilmu hukum yang dipelajarinya. Seorang dokter bisa memberi vonis akhir kehidupan pasien, juga karena ilmu kedokteran yang dimilikinya.

Seseorang karena tanggung jawab profesinya kemudian punya hak dan kewajiban untuk memberikan vonis bagi manusia lain. Walaupun mungkin itu bertentangan dengan hatinya. Saya percaya tidak ada dokter yang tega memberikan sebuah vonis sisa umur pada pasien kankernya, tanpa melihat realitas kasus pasien-pasien sebelumnya. Pun seorang hakim dalam memvonis orang lain, tentunya berdasarkan undang-undang atau aturan yang diyakininya.

Tapi kalo ada orang yang membuat vonis karena alasan lain, sehingga membuat sebuah vonis menjadi lebih ringan atau lebih berat dari seharusnya, maka hukum Tuhan lah yang kemudian berlaku terhadapnya. Misalkan hakim yang memperberat atau memperingan vonis karena disuap, atau dokter yang membuat vonis penyakit tampak lebih kronis agar pasien takut dan rela mengeluarkan uang banyak, maka itu adalah penyimpangan terhadap makna vonis itu sendiri.

Tapi bagaimana dengan orang yang “divonis”? apakah itu berarti akhir dari perjalanannya. Sikap apakah yang akan diambil, jika sebuah “vonis” telah dijatuhkan. Marah dan memprotes vonis itu, lalu memberontak dan melawan dengan segenap kekuatan diri, atau menerima dengan pasrah vonis tersebut dan membiarkan kematian mendatanginya, atau tabah, tawakkal dan tetap "mempertanyakan" isi vonis itu.

Beragam sikap orang dalam menyikapi sebuah vonis; di televisi, seorang wanita bandar narkoba kelas kakap menangis dan pingsan saat mendengar hakim memvonis mati untuk kejahatannya. Tapi Amrozy cs malah bersyukur karena menurut mereka hal itu mempercepat “pertemuan” dengan surga.

Disebuah rumah sakit, seorang penderita kanker langsung syok dan semakin memburuk kondisi fisiknya setelah sang dokter memvonis bahwa umurnya tinggal menghitung hari, kematiannya malah lebih cepat dari vonis dokter karena tekanan mental. Namun ditempat lain, seorang pasien malah memutuskan keluar dari rumah sakit untuk mencari pengobatan alternatif lain yang bisa lebih memberinya sebuah harapan, dan berakhir dengan kesembuhan.

Sesungguhnya vonis hanyalah keputusan manusia biasa, yang bisa jadi salah atau kurang tepat. Vonis bisa jadi lebih ringan atau bahkan lebih berat dari yang seharusnya. Seorang hakim bisa saja salah menafsirkan sebuah kasus, sehingga salah menghukum orang. Pun juga seorang dokter mungkin saja salah diagnosa, sehingga memberi vonis yang berlebihan dari seharusnya. Karena hakim dan dokter adalah manusia biasa, yang tak lepas dari kesalahan dan dosa.

Hasil vonis juga bukanlah sebuah kemutlakan, segalanya bisa berubah sesuai putaran roda dunia. Hukuman bagi seseorang bisa saja dibatalkan atau dirubah, karena ditemukan bukti-bukti baru dalam kasus hukumnya atau perubahan sistem perundang-undangan di negara tersebut. Contohnya adalah keajaiban bagi tersangka “salah tangkap” dalam pembunuhan Asrori di Jawa Timur, tiga tersangka yang sudah divonis, akhirnya dibebaskan setelah ada pengakuan dari Ryan “sang penjagal”. Kekuatan harapan dan doa adalah kunci keajaiban itu.

Demikian pula sebuah penyakit, bisa saja menjadi sembuh karena pengobatan yang dijalaninya plus mental optimis dari si pasien.Seorang pengidap kanker stadium 3, yang sudah divonis dokter tinggal menghitung hari, Drs.Patoppoi Pasau, malah sukses menemukan sistem pengobatan kanker alternatif “keladi tikus”, beliau menjadi orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia. Berkat perjuangannya, kini para penderita kanker di Indonesia dapat memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman dengan nama latin Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber sebagai tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan berbagai penyakit berat lain.

Ya, karena vonis adalah pendapat manusia, maka sebuah vonis juga bisa dirubah. Lance Armstrong, sprinter sepeda asal amerika berhasil membuktikannya. Lance divonis menderita kanker testis. Dan, parahnya, penyakit itu didiagnosis sudah menjalar hingga ke paru-paru dan otaknya. Harapan memperoleh kesembuhan menurut dokternya sangat tipis. Tapi, sebagai seorang pria bermental juara, Lance tak menyerah. Ia tak patah semangat dan segera menjalani berbagai operasi dan kemoterapi untuk menyelamatkan hidup dan kariernya.

Harapannya untuk sembuh sangat besar. Lance bertekad ingin menjadi juara sejati, dalam dunia balap sepeda dan untuk mengatasi penyakitnya. Tentu, keinginan tersebut sempat diragukan banyak orang. Sebab, untuk menjadi juara, seorang atlet butuh stamina prima, sedangkan Lance justru sedang dalam kondisi kritis. Namun, ia tidak peduli apa penilaian orang lain.

Terbukti kerja kerasnya berbuah manis. Setelah perjuangannya melawan kanker berhasil diatasinya-hanya berselang 18 minggu kemudian-Lance berhasil menjuarai Tour de France untuk kali pertama, yakni pada tahun 1999.

Menurut Lance, penyakit kanker tersebut telah banyak memberikan pelajaran berharga bagi hidupnya. Dukungan dari keluarga, teman, dan orang-orang disekitarnya menjadikan dirinya tegar untuk melawan penyakit, sekaligus untuk meraih impiannya menjadi juara Tour de France.

Selalu ada harapan dan keajaiban bagi orang yang mempercayainya. Keyakinan akan sebuah kebenaran dan campur tangan sang pencipta adalah cara untuk merubah vonis manusia. Seberat apapun vonis tersebut.

Seorang kawan memberi nasehat yang baik, “jadikanlah vonis itu menjadi titik balik sebuah kesuksesan dimasa depan, jangan jadikan vonis sebagai hambatan meraih harapan.”

Vonis menjadi sebuah kemutlakan, jika itu berasal dari sang pencipta manusia.
Namun manusia tidak akan pernah tahu isi vonis tersebut, karenanya harapan dan perjuangan adalah sebuah keharusan untuk merubah isi V.O.N.I.S itu sendiri.


S.E.N.C.Y, 3 juni 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar