Superdad Yang Minus Talenta

19.37 / Diposting oleh Phyrman /

Treeva, si malaikat kecilku kembali berulah, kali ini hobinya mengidolakan orang2 yang hebat..
Suatu malam, sepulang papanya pulang kantor, dia langsung nanya.
Treeva : Papa bisa main sulap gak?
Papa : Nggak
Treeva : kok nggak sich, om joni aja jago main sulap.
Trus, papa bisa main game balapan sampai menang gak?
Papa : Nggak, papa gak jago main game, lebih sering kalah lawan komputer daripada menang hehehe…
Treeva : (dengan muka kecewa) yaaa, papa kok gak jago apa2 sich. Kalo gitu aku mau jadi anaknya om joni aja dech.
*(om joni adalah rekan kantor dan tetangga rumah yang baik, sehingga treeva sering main kerumahnya)

Hehehe, Aku selalu pengin tertawa ingat dialog itu.
Treeva selalu berharap papanya bisa sehebat orang lain atau tokoh super seperti di televisi. Ya gak mungkin lahhhh hehehe…

Padahal setiap orang kan berbeda talenta-nya, ada yang memang dikaruniai super talenta di suatu bidang, misal hebat bermusik sehingga bisa menghasilkan album yang bagus secara otodidak. Atau otak super seperti Albert Einstein, Leonardo Da Vinci dll.

Ada juga yang multi talenta, yaitu hebat diberbagai bidang secara merata, banyak orang yang hebat diberagam bidang, udah jago desain, jago IT, jago fotografi, jago musik dan jago2 lainnya dalam satu otak. Contoh kongkret adalah Tompi, seorang dokter bedah yang sukses juga sebagai penyanyi.

Ada yang standar talenta, kalo yang ini talentanya tidak terlalu menonjol dan untuk bisa menghasilkan karya hebat, harus belajar dan bekerja keras terlebih dahulu.

Yang paling repot adalah minus talenta seperti aku, main musik gak bisa, melukis jelek hasilnya, hobi badminton kalah terus, sampai bingung sebenarnya talenta apa yang aku miliki dan bisa dibangun sebagai sebuah karir.

Kalo diibaratkan sebuah negara, talenta adalah sumber daya alam yang dimilikinya. Indonesia adalah contoh sebuah negara yang multi talenta dengan melimpah ruah beragam sumber daya alam, ada migas di berbagai propinsi, ada panorama indah di berbagai pulau, tanah yang subur, keanekaragaman budaya tradisional, namun tidak mampu dikelola dengan baik, sehingga tidak bisa memberi manfaat bagi rakyatnya.

Contoh lain gimana manusia sering gagal mengelola talenta, terjadi pada kawanku zaman kuliah dulu. Ceritanya lucu, kawanku ini orangnya sangat cerdas, mudah menghapal n memahami teori. Ibarat kalo aku dan teman2 yang lain harus belajar ekstra keras minimal seminggu sebelum ujian, kawanku ini cukap semalaman baca buku dan hasilnya sering lebih baik dari kita. Suatu hari pas hari H ujian, seperti biasa aku datang lebih pagi, sekedar mencari tempat duduk yang strategis buat mencontek, lalu mengerjakan soal hingga berkeringat dan tidak peduli kanan kiri, pokoknya fokus mikir dan mengeluarkan segala daya majinasi untuk mengerjakan soal. Usai ujian, aku dan teman2ku tidak melihat sosok kawan jeniusku itu. Mungkin dia selesai duluan dan langsung pulang kali yaa..

Dan bergerak kita ramai2 ke kamar kosnya, sampai disana kawan jeniusku sedang santai menghirup secangkir kopi, menghisap rokok sambil memetik gitar. Spontan aku bertanya: “gimana ujiannya?. Dan dijawabnya dengan santai pula : “Aku bangun kesiangan bro, ya udah tak lanjutin tidur aja, wong udah telat.”
Hah, bener2 dech ini anak, kalo dia telat bangun tapi tetap ke kampus dan melobi dosen untuk ujian susulan atau sekedar minta bonus waktu, mungkin akan dikabulkan kok.
Kalo gini, terpaksa dech, semester depan dia harus ngulang kuliah lagi..

Zona nyaman yang dirasakan seseorang, terkadang membuat dia malas sekedar untuk melakukan sesuatu yang baru, karena merasa cukup dengan apa yang dimilikinya saat ini.

Saya jadi teringat sebuah pengakuan sangat bagus dari Andy F Noya, pembawa acara kick andy, saat dia memilih mundur dari jabatanya yang superduper nyaman sebagai seorang direktur perusahaan televisi berita nasional. Alasannya sangat sederhana, yaitu usai membaca sebuah buku “who move my cheese”, dia merenung dan tergoda untuk membangun sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih besar sesuai talentanya, tanpa harus dibatasi oleh sebuah dinding bernama institusi. Sebuah obsesi yang berani, dan mungkin berat untuk dijalani, karena meninggalkan sebuah kusi yang sudah teroganisir dengan rapi.

Sebuah talenta, jika diaktualisasikan lewat hobi dan profesi yang sesuai akan menghasilkan karya yang dahsyat, karena dilakukan dengan sepenuh hati.
Namun seringkali dalam realita hidup, sebuah profesi berbeda jauh dengan talenta yang dimiliki. Banyak contoh, orang yang jago musik tapi kerjanya sebagai administrasi, atau orang yang hobi dan berbakat masak, tapi bekerja sebagai guru.

Untuk mengembangkan talenta dibutuhkan sebuah inovasi yang berani dan kerja keras.
Talenta adalah sebuah karunia, yang tidak dapat ditolak keberadaannya dan harus disyukuri sebagai nilai lebih.
Talenta yang hanya tersimpan untuk diri sendiri adalah sebuah kemubaziran, karena tidak dioptimalkan kemanfaatannya.

Seorang motivator mengatakan; cobalah kenali bakatmu, gali potensi dirimu, optimalkan talentamu dan juallah secara professional, maka hasilnya akan lebih dari bayanganmu.

Oprah Winfrey, seorang pembawa acara terkenal lewat program Oprah Winfrey Show telah sukses menjual talenta Charice Pempengco, seorang gadis kecil asal filipina bersuara emas, setelah menemukannya disitus youtube. Kini penyanyi kecil itu telah sukses konser satu panggung dengan penyanyi2 kelas dunia seperti Celine Dion, Andre Bocelli lewat tangan dingin produser David Foster.
Arsene Wenger, pelatih tim sepakbola Arsenal adalah pencari bakat yang sukses setelah menemukan striker handal Theo Walcott pada usia dini.

Di Indonesia, televisi2 sibuk menayangkan program2 pencarian bakat yang dikemas dalam beragam reality show, dibidang musik ada Indonesian idol, festival rock dll.
Lalu dibidang yang lebih umum ada program Pemilihan Putri Indonesia, Dai Cilik, The Gong Show, The Master dsb.

Kini diberbagai universitas ternama muncul banyak sekali sponsor beasiswa bagi mahasiswa brilian dengan berbagai kualifikasi. Perusahaan2 besar juga berbagi donasi memburu pelajar2 ber IQ tinggi agar kelak tertarik masuk dalam jajaran manajemennya.

Kurikulum pendidikan nasional kita yang kini dianggap kadaluarsa karena menyamakan talenta semua orang sama, sehingga mata pelajarannya bersifat lebih umum, kini mulai ditinggalkan dengan munculnya sekolah2 favorit yang secara khusus mengajarkan sesuai talenta siswa, yang hobi menari akan diperdalam bakatnya dengan tari balet, tari tradisional dll. Yang hobi lukis akan didatangkan pengajar les privat dari pelukis2 ternama. Yang hobi fisika disibukkan dengan praktek2 laboratorium dengan guru selevel dosen. Berbagai kurikulum luar negeri pun dipakai misal sekolah montesorry yang mengadopsi kurikulum di filipina, atau beragam sekolah standar internasional yang mengadopsi kurikulum di singapura.

Semua individu, sekolah, perusahaan kini bergerak mencoba mengenal dan mengasah talenta diri dan manusia sekitarnya.

Kembali ke Treeva, beberapa minggu terakhir ini ada sebuah produk sabun keluarga, yang mengiklankan peranan superdad di televisi. Wah, tugasku sebagai superdad yang minus talenta bakal semakin berat nich.
Treeva pun kembali bertanya, “Papa bisa seperti superdad di TV gak, yang bisa ngambil bola dikandang gajah, menang melawan pesumo dan berani menantang singa”.
Yang lagi2 kujawab: “gak mungkin sayaaaang, papa bukan manusia super, ntar kalo papa kalah dan dimakan singa gimana?? hehehe…”

Syukur kali ini dia udah lebih dewasa, jadi langsung berkomentar: “kalo papa gak bisa jadi superdad seperti di TV, papa jadi superdad dirumah aja dech. Tugasnya gampang kok, kalo mama ke kantor, papa yang nganterin. Trus kalo aku pengin beli majalah bobo atau pengin renang, papa juga yang nganterin. Gampang kan??”
Yang spontan saja kujawab : “ Kalo itu sih keciiiil, dijamin bisa dech.”

(btw, aku ini superdad atau tukang ojek yaaa???) hehehe…


Celesta, 19 Mei 2009

Dwi Firmansyah

http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar