Slank: “Kalo ada yang mencuri, kita ceburin ke kali…”

20.15 / Diposting oleh Phyrman /

Dalam sebuah dialog tentang korupsi di Liputan 6 Pagi SCTV (27/09/09), grup musik Slank yang sedang aktif dalam mempromosikan anti korupsi di Indonesia bercerita tentang bagaimana mereka berusaha menanamkan budaya anti korupsi di kalangan Slankers atau para pendukung Slank. Ada satu cerita Bimbim yang menurut saya cukup menarik, “Kalo ada anak Potlot yang berkelahi, kita pisahin. Kalo ada anak Potlot yang pake narkoba, kita anterin ke dokter supaya sembuh. Tapi kalo ada anak Potlot yang mencuri, langsung kita ceburin ramai-ramai ke kali (sungai-red) dibelakang markas, dan kita usir dia supaya tidak datang lagi.”

Komitmen mereka untuk menghapus budaya korupsi dari orang-orang terdekatnya, sangat layak kita apresiasi tentunya. Mereka sama sekali tidak menolelir terhadap aksi clepto (pencurian-red), apapun alasannya. Argumen mereka cukup bagus, dengan membuka budaya kejujuran dan keterbukaan diantara para pendukungnya. Jika ada yang tidak punya uang untuk makan, bilang saja, nanti yang lain akan berusaha membantunya, tapi jangan mencuri.

Saya sangat setuju pendapat itu. Dalam sebuah tindak pencurian, ada beberapa nilai yang dilanggar.
Pertama, nilai kejujuran, orang yang berani mencuri adalah orang yang takut meminta. Banyak alasan kenapa orang menjadi takut meminta, bisa karena faktor gengsi atau prestise yang akan turun, atau takut dianggap sebagai warga kelas dua karena merepotkan teman dsb. Kalo kita melihat realita kehidupan, maraknya aksi korupsi di berbagai lapisan masyarakat Indonesia, seringkali disebabkan oleh faktor gengsi. Orang lebih memilih tidak jujur pada lingkungannya, daripada dipandang rendah. Seorang suami lebih suka korupsi, daripada dianggap tidak mampu memenuhi standar hidup keluarganya yang tinggi. Padahal jika mau, mungkin mereka masih bisa hidup layak dan sederhana tanpa korupsi. Seorang pejabat atau tokoh masyarakat lebih memilih korupsi, daripada dianggap tidak mampu menunaikan haji berkali-kali, atau tidak mampu memberi sumbangan kepada masyarakatnya. Dengan alasan prestise, seringkali mereka harus mempertontonkan kehidupan yang lebih “wah” dibanding pendapatannya.

Kedua, nilai kemanusiaan, orang yang berani mencuri adalah orang yang tidak memikirkan kondisi sosial pemilik yang dicurinya. Seorang pencuri tidak pernah peduli, apakah si pemilik harta memang berlimpah atau kebetulan sedang memegang uang untuk keperluan lain. Bagaimana jika uang yang dicuri tersebut sangat dibutuhkan oleh pemiliknya sebagai biaya pengobatan keluarganya, bukankah dampaknya bisa sangat fatal. Demikian pula seorang koruptor, dia tidak pernah peduli peruntukkan uang yang dikorupsinya. Kasus paling “mengerikan” terhadap sisi kamanusiaan adalah korupsi terhadap dana bantuan bencana. Seorang koruptor tetap tega menyelewengkan dana bantuan tersebut, tanpa memikirkan bahwa uang itu sangat dibutuhkan oleh para korban bencana, yang sedang kesulitan menjalani hidup. Yang jelas akibat terjadinya korupsi, jutaan masyarakat miskin tidak mampu meletakkan standar hidupnya dalam posisi normal.

Ketiga, nilai kepercayaan, mungkinkah kita bisa ikhlas berteman dan bersahabat dengan orang yang pernah mencuri uang kita, dan dimasa depan bukan tidak mungkin akan terulang lagi? Pastinya tidak ada lagi kepercayaan terhadap si pencuri, dan kita pun akan selalu merasa waswas jika berdekatan dengannya. Demikian pula seorang koruptor, kendati kamar prodeo belum mengurungnya, tapi kepercayaan masyarakat pasti langsung sirna, jika mereka tahu bahwa si pejabat, si tokoh masyarakat atau si pengusaha itu menyalahgunakan kekuasaan untuk mencuri uang mereka. Petani yang dijanjikan mendapat subsidi pupuk pasti akan marah, jika tahu bahwa penyuluh pertaniannya malah menyelewengkan dana subsidi untuk mereka. Wali murid pasti akan emosi, jika dana subsidi sekolah gratis malah diselewengkan oleh pejabat diknas dan kepala sekolahnya. Karyawan pasti akan mogok, jika tahu hak bonus mereka ditilep oleh pemilik perusahaan.

Kembali ke Slank, dalam dialog itu Bimbim juga bercerita tentang hal kecil yang mereka coba lakukan dalam memutus mata rantai budaya korupsi, katanya “Segmen yang kami tuju dalam ikut mengkampanyekan anti korupsi adalah generasi muda yang berumur dibawah kita (rata-rata usia personil Slank-red), karena kalo sama yang lebih tua, kami takut kualat hehehe… Kami juga belajar dari pengalaman bapak-bapak kita dulu yang juga melakukannya”. Saya kurang paham maksud kalimat terakhir, tapi penafsiran saya, Bimbim ingin mengatakan bahwa orangtua mereka dulu juga melakukan korupsi kecil-kecilan, sama seperti bapak saya, mungkin juga bapak anda, karena saat itu memang budaya korupsi sedang nge-tren.

Yup, saya sangat setuju dengan Bimbim. Segmentasi pasar yang dituju sebagai sasaran kampanye anti korupsi adalah generasi muda yang biasanya masih punya idealisme. Anak-anak yang akan malu memakai mobil bapaknya, jika tahu itu didapat dari hasil korupsi. Anak-anak yang otaknya masih bersih dan masih bisa diisi dengan budaya produktif bukan konsumtif. Anak-anak yang belum terlanjur terbiasa menikmati kehidupan mewah diatas penderitaan orang lain.

Jika anak-anak muda malu memiliki bapak koruptor, dia tentu akan menjauh dari harta bapaknya. Dan bisa jadi akan lebih menyentuh nurani sang bapak, daripada nasehat orang lain atau ancaman hukuman KPK. Bimbim dan rekan-rekannya di Slank mencoba menjadi anak yang sholeh, dengan menjadi anak baik dan tidak mencuri. Bukankah tidak ada orangtua yang mengajarkan anaknya untuk mencuri, walau dia sendiri adalah seorang pencuri. Saya tidak sedang mengatakan bahwa bapak-bapak Slank adalah koruptor, saya hanya ingin memberi gambaran bahwa pada masa bapak-bapak kita dulu, budaya korupsi sangat marak dan terkesan menjadi sesuatu yang legal dan halal. Dan Slank pun merasakan hal yang sama, sehingga dia ingin merubah budaya yang terjadi pada orang tuanya, dengan budaya baru yang anti korupsi bagi generasi dibawahnya.

Menurut saya, langkah sederhana Slank dalam membentuk budaya anti korupsi, adalah sebuah strategi yang cerdas, kreatif dan tepat sasaran. Yang mungkin bisa kita tiru dalam menjalankan kehidupan sosial kita.

Slank yang notabene jauh dari hingar bingar aktifitas pemberantasan korupsi aja berani “melemparkan” orang-orang terdekatnya yang terbukti mencuri ke dalam sungai. Tentunya, harapan kita kedepan, instansi resmi Negara yang masuk dalam lingkaran pemberantasan korupsi seperti KPK, Polri, Kejagung dan MA bisa “menghukum” lebih para koruptor daripada apa yang kawan-kawan Slank telah lakukan.

Jika pendukung Slank yang notabene berasal dari kalangan menengah ke bawah saja bisa merubah budaya mereka untuk berkomitmen tidak mencuri, maka sudah seharusnya, para pejabat, pengusaha, anggota DPR dan perangkat pemerintahan yang jauh lebih kaya dan mapan, juga ikut berkomitmen untuk tidak korupsi.

Ah, Slank…
Terlalu manis untuk dilupakan
Kenangan yang indah bersamamu…



Celesta, 27 September 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar