Tim Solid, kok dibilang Konflik…

10.18 / Diposting oleh Phyrman /

Seperti cerita komik Lucky Luke, yang digambarkan bisa bergerak lebih cepat dibanding bayangannya. Itu lah hal yang menurut saya paling menarik dan berkesan tentang bagaimana sebuah isu bisa menyebar dan berkembang biak lebih cepat dibanding informasi dari narasumber resmi. Bagaimana tidak? Wong kita yang menjadi narasumber gossip aja masih berpikir, kok tiba-tiba sudah diisukan terjadi konflik dalam tim.

Ini cerita lucu tentang pengalaman liputan arus mudik kemarin, kami ber 20 orang yang sedang asyik leyeh-leyeh menikmati hidangan buka puasa di rumah makan teh Irma, langsung terbengong-bengong saat Pak PO kami yang bijak, mengajak semua kru duduk mendekat dan melingkar guna membahas telepon dari kantor, yang isinya mempertanyakan adanya konflik di tim liputan jalur selatan. Lho kok bisa? Kami dituduh terjadi konflik internal sehingga meminta kepulangan tim dimajukan satu hari, padahal alasannya sederhana, karena lebaran pun maju satu hari.

Masing-masing kru saling berpandangan, lalu tertawa terbahak-bahak…

Saat kreatifitas kami mengalir lancar, dengan menggelar “show” siaran langsung yang tidak biasa. Saat kami bersemangat mengambil angle kemacetan dari sudut pandang yang unik; dari atas SNG atau atap pos polisi, maupun dari pinggir jalanan yang hanya berjarak beberapa centimeter dari bis-bis besar . Saat kami bahu-membahu mengatasi panas menyengat sambil tetap berpuasa, demi menghasilkan tayangan terbaik. Lalu ada orang nun jauh disana yang “muncul” menjadi pahlawan kesiangan dan melemparkan isu terjadi konflik, ini tentu sangat menggelikan.


Saya ingin flashback bercerita tentang bagaimana tim kami berjalan dengan hati tanpa ada paksaan struktural. Dari awal, Pak PO sudah menyarankan agar dalam liputan nanti kita bekerja dengan hati, tidak usah terlalu memperdulikan “tugas struktural”, artinya satu sama lain bisa berganti jabatan sesuai kebutuhan. Dan beliau pun mencontohkan dengan santun tanpa banyak bicara; walau secara struktur adalah pimpinan proyek, tapi beliau tetap mau turun kebawah, melakukan pekerjaan kasar; membantu menggulung kabel yang kotor berdebu, memasang banner dan mencari batu pengganjalnya. Padahal itu adalah tugas seorang helper, yang notabene secara struktur memiliki jabatan terendah.

Kerendahan hati itulah yang menginspirasi kami untuk nyaman bekerja.

Hal lain yang sangat menyenangkan adalah toleransi beragama yang tinggi. Sebelum kami tiga kamerawan membagi tugas liputan, salah seorang kawan yang kebetulan beragama non muslim langsung menawarkan diri untuk mengambil jatah liputan siang hari, yang pastinya adalah tugas terberat, karena kami yang muslim harus mempertahankan puasa. Lalu sebagai balasan, kami membiarkannya beristirahat untuk tidak bertugas pada siaran pagi hari, karena dilakukan usai sahur.

Pun saat kawan non muslim kehabisan jatah sarapan pagi, karena restoran hotel di Tasikmalaya hanya menyediakan menu untuk sahur. Kita pun beramai-ramai mengantarkan untuk mencari makanan, yang ternyata sangat susah didapat, karena restoran atau rumah makan disana sangat taat pada aturan Pemda, untuk tutup pada pagi hingga siang hari selama bulan puasa. Setelah berputar-putar keliling kota, akhirnya ketemu McDonald yang buka setengah pintu dan melarang konsumennya untuk makan didalam restoran. Wal hasil, didalam mobil kami harus ikhlas melirik Hamburger + kentang goreng + Coca Cola berkeringat dingin yang dengan lahap dikunyah oleh kawan itu nyam, nyam, nyam hehehe...

Bukankah semakin besar godaan, berarti semakin besar pula pahalanya.
So, kami harus berterimakasih, karena godaan Coca-Cola dingin itu juga berarti menambah poin kami untuk masuk surga hehehe…

Malam hari adalah malam wisata kuliner, karena tiada waktu tanpa gaul dan nongkrong. Selama 9 hari liputan, hampir setiap malam kita menyusuri berbagai sudut daerah untuk sekedar mencicipi makanan yang tidak khas, disebut tidak khas karena menu ini hampir diseluruh pelosok Indonesia pasti ada, walau mungkin berbeda rasa. Ada STMJ di samping Unpad Jatinangor, Bandrek susu + roti bakar di Dago Bandung, lalu bubur ayam dan jagung bakar ala Tasikmalaya.

Bukan “rasa” yang kami cari, tapi “kebersamaan”.

Pelajaran penting yang saya dapat dari liputan kali ini adalah sangat penting untuk berpikir secara “esensi”, bukan secara struktur, jabatan, aturan, wewenang, kekuasaan dsb yang bahkan akan bisa merusak nilai dan tujuan yang ada. Karena hal-hal diatas hanyalah buatan manusia, yang sangat mungkin salah atau disalahgunakan.

Pak PO berpikir secara esensi, maka beliau ikhlas turun kebawah ikut menggulung kabel demi mengajarkan cara meletakkan dasar sistem yang benar.

Kawan non muslim berpikir secara esensi, bahwa pekerjaan duniawi tapi kemudian melanggar aturan agama dengan batal berpuasa bukanlah tujuan kawan muslim. Maka dia rela memberi kemudahan dengan mengambil jatah tugas terberat.

Kru berpikir secara esensi, bahwa kebersamaan informal sangat penting untuk bisa saling memahami watak dan kepribadian yang lain, maka diadakanlah wisata kuliner.

Jika hanya berpikir secara struktur dan wewenang,
Maka Pak PO pasti akan gengsi untuk menggulung kabel dan lebih memilih berteriak menyuruh helper.
Maka kawan non muslim akan egois membagi tugas sama berat dengan muslim yang berpuasa.
Maka tidak akan ada wisata kuliner sebagai sarana berbagi cerita, yang foto-fotonya langsung diupload di facebook hehehe…

Yup, bukankah lebih enak bekerja dalam suasana riang
Karena dalam kegembiraan itulah, sebuah kreatifitas liar biasanya spontan tercipta
Bukankah lebih nikmat berbagi tugas dalam keikhlasan
Karena semua rekan dianggap sederajat dan seimbang

Tak ada yang berteriak mencari “kambing hitam”, jika urung mencapai keberhasilan
Kesalahan satu orang adalah kesalahan satu tim yang lalai mengingatkan
Tak ada yang arogan bercerita tentang kehebatan individu
Karena masing-masing sadar untuk berbagi peran

Tatkala orang lain mendesain interior artistic nan lux, guna memancing imajinasi kreatif
Kami membangun imajinasi dari pojok tukang roti bakar pinggir jalan yang sederhana
Tatkala orang lain memasang sofa kulit yang nyaman, guna merancang ide brilian
Kami menemukan ide unik justru dari kepulan asap jagung bakar yang memedaskan mata

Jadi, sebenarnya ini tim konflik, solid atau hura-hura?


Celesta, 22 September 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar