"Kebingungan" Pak Mahfud

16.56 / Diposting oleh Phyrman /

Tadi malam ada sebuah dialog yang sangat memberikan pencerahan di program Save Our Nation Metro TV (04/11/09). Saya agak terlambat mengikutinya, karena asyik menonton dialog pada tv lain yang cenderung lebih heboh dan keras hehehe… Program dialog yang dipandu Pak Saur Hutabarat ini menghadirkan sosok yang oleh harian Kompas disebut sebagai orang yang berani melakukan sebuah tindakan bersejarah dalam penegakan hukum di Indonesia, ketua Mahkamah Konstitusi, pak Mahfud MD. Jujur, secara pribadi saya sangat mengidolakan beliau, karena diantara beragam pejabat dari berbagai institusi yang dalam beberapa hari terakhir muncul di tv, hanya beliau yang saya anggap lurus dan benar-benar punya visi bagus dalam pemberantasan korupsi. Beliau rendah hati, tidak mencari popularitas dan benar-benar berpikir untuk memberi shock therapy pada para koruptor agar bertobat.

Dialog berlangsung datar tapi dalam dan penuh perenungan, di akhir acara ada sebuah pertanyaan penting, yang menurut saya adalah hal yang paling substansi dalam penyelesaian kasus hukum cicak vs buaya. Bagaimana pertimbangan MK dalam keputusan sela terkait judicial review terkait penonaktifan Chandra dan Bibit?.

Pak Mahfud menjawab secara jelas, bahwa ada dua pertimbangan yang berbenturan, dan harus dipilih yang paling meminimalkan penyalahgunakan kekuasaan oleh penegak hukum. Pertama, adalah mengembalikan aturan hukum tentang tatacara non aktif pejabat KPK jika terjerat kasus hukum, seperti UU yang lain. Karena dianggap melanggar hak asasi pejabat KPK. Artinya pejabat KPK hanya bisa dinonaktifkan, jika sudah ada putusan hakim tertinggi. Ini membuat pejabat KPK menjadi penguasa sebuah lembaga superbodi yang independent dan memiliki wewenang penghancuran korupsi, tanpa dapat diintervensi oleh institusi lain.

Pertimbangan positif nya adalah kasus yang menimpa Chandra dan Bibit, yaitu dinonaktifkan oleh presiden terkait kasus hukum yang ternyata adalah sebuah rekayasa hukum oleh jaksa dan polisi. Ini tentu sangat membahayakan eksistensi dan kewibawaan KPK, karena institusi penegak hukum lain bisa mengacak-acak, hanya melalui selembar surat sangkaan.

Pertimbangan negatifnya adalah seandainya masih dalam proses hukum pengadilan, maka seorang pejabat KPK yang korup pun masih berwenang untuk menghukum koruptor lain. Ini tentu sangat membahayakan, karena posisi keistimewaan KPK yang superbodi untuk menyidik, menuntut dan menghukum koruptor. Sangat ironi jika institusi istimewa seperti KPK diisi oleh orang-orang yang salah dan representasi dari mafia korupsi. Beliau sangat paham, bahwa penyelesaian suatu kasus hukum di Indonesia bisa sangat lama, sehingga jika pertimbangan ini yang dipilih, bukan tidak mungkin seorang pejabat KPK yang korup dan dalam proses pengadilan akan berlenggang ria hingga akhir jabatannya.

Kedua, mempertahankan aturan tentang non aktif pejabat KPK sama seperti yang sudah berjalan sekarang. Artinya pejabat KPK bisa non aktif, jika ada sangkaan kasus hukum pidana.

Pertimbangan positif nya adalah KPK akan diisi oleh orang-orang yang bersih, karena jika ada pejabat KPK yang korup, maka cukup dengan adanya pelaporan kasus hukum kepada polisi, presiden bisa langsung mengeluarkan perpu non aktif seperti sekarang.

Pertimbangan negative nya adalah intervensi dari institusi lain akan sangat membahayakan kewenangan KPK, potensi untuk kriminalisasi terhadap pejabat KPK sangat besar. KPK bisa hanya jadi macan ompong dalam penegakan hukum di Indonesia. Jika ini terjadi, maka spirit pendirian KPK yang berpengharapan besar terhadap pemberantasan korupsi akan sirna.

Ya, Pak Mahfud pantas bingung, ibarat makan buah simalakama, kalo keputusannya pro KPK, nantinya ditakutkan pejabatnya malah jadi berani korup. Tapi kalo kontra KPK, institusi lain yang jadi tambah korup, karena tidak ada yang mengawasi.

Pak Mahfud, saya yakin kebijakan yang akan anda pilih adalah yang terbaik untuk negeri ini. Semoga Allah memberi petunjuk yang tepat.


Sebagai masyarakat awam, saya langsung berandai-andai, akan seperti apa negeri ini, jika ternyata kasus yang sedang ramai dibicarakan oleh lebih jutaan penduduk Indonesia ini, tidak lebih dari sekedar pertarungan antar mafia korupsi. Masing2 orang yang terlibat hanyalah pejabat korup yang berlindung dibalik kewenangan institusinya dan berpura-pura mencari perlindungan hukum. Semuanya tidak lebih dari orang2 yang berkepribadian ganda, di satu sisi dia menghukum orang lain demi popularitas, dan di sisi lain mencari celah untuk memperkaya diri.

Tiba-tiba saya merasa bermimpi buruk, bagaimana jika realitas nya adalah ada pejabat KPK yang benar2 memeras Anggoro, sebagaimana pernyataan Anggodo di TV One, bahwa dia harus menyerahkan milyaran uang untuk menghentikan kasus yang menjerat kakaknya. Dan polisi yang mengendus kasus itu lalu berusaha mengungkapnya.

Bagaimana jika kenyataannya adalah ada pejabat tinggi polri yang benar-benar mendapat suap terkait kasus bank Century. Lalu KPK mengendus dan berusaha mengungkapnya.

Dan sebelum lawannya mengungkap, maka mending ditangkap duluan hehehe…

Bagaimana jika kejadian sebenarnya adalah pertarungan dua pejabat berlainan institusi yang saling menyelamatkan diri dari kasus korupsi yang dilakukannya. Dan masing-masing berusaha mencari dukungan publik untuk melepaskan diri dari jeratan hukum.

Jadi sebagus apapun undang-undang yang dihasilkan oleh MK nantinya, tetap aja ada celah untuk melanggarnya. Mungkin ini hanya soal moral, bukan lagi soal aturan hukum.

Ah, daripada pusing mikirin korupsi, mending ngrampungin skripsi hehehe…


Celesta, 5 November 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar