Panggilan Hati

09.57 / Diposting oleh Phyrman /

1
Usai menempuh jalan panjang berliku menuju puncak karirnya sebagai wartawan, seorang seniorku di kantor mendadak mendalami sebuah dunia yang sangat jauh dari hingar-bingar kerja, menjadi pelukis. Sebuah bakat terpendam yang lama disimpannya, tiba-tiba bergejolak untuk disalurkan. Goresan-goresan ujung kuas diatas kanvas atau kertas seolah menjadi prosesi untuk menggapai kebahagiaannya yang selama ini terlupa. Pigura kayu yang mengikat karyanya menjadi titik puncak ritual batin, walau tanpa nilai materi yang didapat. Kekosongan karir akibat persaingan kerja di dunia kapitalis malah menjadi hikmah untuk menemukan apa yang sebenarnya dicarinya dalam hidup.

Disaat orang lain menjadi gelisah, resah dan frustasi akibat kekalahan dalam persaingan jabatan yang seringkali dilakukan dengan cara kotor dan kejam. Beliau menemukan kedamaian diruang studio kecil rumahnya, disela-sela aktifitas kantor yang longgar.
Tatkala banyak orang merasa terancam, terintimidasi, dan galau atas kehidupannya dimasa depan. Beliau justru bisa mengasah sensitifitas hati, dan pencerahan pikiran lewat imajinasinya dalam merangkai garis-garis sketsa.

Menurut beliau, semuanya dilakukan karena panggilan hati. “Saat ini aku tidak merasa membutuhkan materi sebagai penghitungan nilai kebahagiaan. Secara nominal aku tidak dapat apa-apa, tapi aku sangat bahagia saat memberikan salah satu karyaku pada orang lain, dan diterima dengan penuh apresiasi dan kekaguman. Aku sangat menikmati saat-saat menyendiri meluapkan ide yang ada di otak, dan membiarkan tanganku bergerak mengikuti irama pikiran. Semua sangat ajaib dan menyenangkan.”

2
Sebelum akhirnya menetapkan diri untuk menikah, seorang kawanku sempat menjalani keresahan dan kegalauan hati, usia pacaran yang cukup lama lebih dari lima tahun, ternyata tidak bisa membuatnya yakin untuk bersegera mengambil keputusan menempuh jalan sunah rasul tersebut. Selalu ada ganjalan hati yang tidak pernah bisa dijawabnya, mengapa dia tidak berani menikah. Padahal usia sudah cukup, segi ekonomi mapan, pengenalan terhadap sang kekasih pun sudah tak ada yang disembunyikan lagi, masing-masing saling mengenal dan menerima kondisi pasangan luar dalam.

Entah kenapa tiba-tiba dia memutuskan untuk menikah, dan dalam waktu yang tidak melalui proses panjang, perhelatan sakral itu pun akhirnya terlaksana. Prosesi pun berjalan lancar, tenang dan mantap. Aura kebahagiaan sangat terpancar dari keduanya, ada kelegaan karena semua rencana berjalan tanpa hambatan, ada kepuasan karena ada akhirnya berani mengambil keputusan yang sangat penting itu.

Panggilan hati, kata temenku, saat kutanya apa yang melandasinya mengambil rencana itu. “Aku orang yang terbiasa menyelaraskan pikiran dengan hati, sehingga yakin atas setiap langkah dalam hidup”. Ketika logikaku berpikir iya, sedangkan hatiku risau atau berkata tidak, maka aku akan menundanya sampai keduanya mengatakan iya.”


3
Tidur diatas hamparan karpet masjid tipis, meninggalkan kenikmatan springbed empuk dan kesejukan AC kamar menjadi akitifitas malam seorang kawanku yang lain. Meninggalkan kehangatan dan keceriaan keluarga di rumah, demi menyebarkan ayat demi ayat kitab suci yang diyakini kebenarannya. Berpindah dari satu masjid ke masjid yang lain, mengembara untuk membagi sedikit ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Mengajak orang lain pada kebaikan dan menyadarkan untuk menjauhi tidak munkar, mengajarkan aturan agama yang benar sesuai keyakinannya.

Disaat malam, dimana orang lain asyik dugem, karaoke, hang out di café atau bercengkrama dengan anak istri nya. Kawanku ini asyik berdzikir, beriktikaf di masjid berkomunikasi dengan Tuhannya. Mengajak diskusi warga sekitar masjid tentang agama, menafsirkan ayat, berguru ilmu dengan ustadz di kelompok pengajiannya, mengasah ilmu agama dan menyebarkannya walau hanya satu ayat.

“Kenapa mas? Kok tiba-tiba berubah menjadi sangat agamis, bukankah sebelumnya lumayan agak sekuler gitu” tanyaku suatu hari kepadanya. Dan dijawab dengan sederhana, “Panggilan hati mas, tiba-tiba aku ketemu orang yang mengajarkanku untuk berbuat lebih pada masyarakat dengan cara berdakwah sedikit-dikit. Aku pengin seperti Abu Bakar (sahabat nabi, khulafaur rasyidin-red) yang ikhlas berbuat menyebarkan agama tanpa memikirkan materi. Siang hari aku bekerja untuk menghidupi keluarga, malam hari aku menambah amal untuk akhirat nanti.”


Dengan segala keberagamannya, dengan segala variasi tindakannya, ketiga kawanku mencoba menyatukan hati dan pikiran untuk mencari titik kebahagiaanya yang nyata. Yang tidak terkotori oleh keserakahan, tidak ternoda olah gemerlap duniawi, terbebas dari intervensi orang lain. Semua mencoba menyelaraskan setiap langkah dalam hidupnya dengan berlandasan pada keikhlasan hati tanpa paksaan.

Sebuah karya lukisan akan tampak hidup dan bernyawa jika digoreskan dengan penuh rasa.
Sebuah pernikahan insya allah akan langgeng dan abadi jika didasari oleh cinta yang tulus, seberat apapun jalan yang akan dilewatinya.
Sebuah dakwah akan terasa ringan dan berkah, jika dijalankan dengan hati yang pasrah.

Sebaliknya sebuah karya lukisan akan terasa kosong dan hampa, jika digoreskan untuk tujuan komersial, seindah apapun karya itu.
Pun sebuah pernikahan akan rawan dengan godaan dan perselingkuhan, jika hanya didasari oleh nafsu dan hasrat duniawi saja.
Demikian pula sebuah dakwah akan menjadi berat dan tanpa hasil, jika ditujukan untuk meraih keuntungan pribadi atas nama agama.

Kita tidak akan bisa menilai sebuah kebahagiaan dari tolak ukur logika.
Kita pun tidak bisa menghakimi sebuah kebahagiaan dari sudut pandang mayoritas.
Kita juga tidak akan bisa ikut merasakan kebahagiaan orang lain, jika kita sendiri tidak berusaha memahami hatinya.
Dan membuka hati kita sendiri untuk ikhlas menerima kebahagiaannya.

Seringkali kita menemukan orang yang memaksakan dirinya hanya menggunakan akal pikiran dan menghapus nilai rasa dari hati.

Seorang yang hanya berpikir egois demi karir dan jabatan, lalu melakukannya dengan cara-cara yang menghancurkan rekan seprofesi, terkadang justru jatuh oleh sesuatu yang tidak diprediksinya, misalnya sakit atau ketahuan mark up dana kantor dll, sehingga dia harus kembali ketitik awal dimana dia tidak lagi dapat meneruskan pekerjaannya.

Atau koruptor yang hanya menggunakan logika cara instan mendapat kekayaan, justru terkadang gagal menikmati hasil jarahannya karena keburu ditangkap KPK, semua materi habis untuk biaya perkara, dan usai keluar penjara harus kehilangan keluarga yang meninggalkannya karena malu.

Pun calon legislative atau politisi yang memaksakan dirinya untuk bersaing merebut kursi wakil rakyat, hanya demi harapan untuk memperbaiki taraf hidupnya, seringkali malah kehilangan segalanya; hilang harta, hilang kepercayaan masyarakat, dan berakhir dengan rasa frustasi karena gagal mendapat jatah kursi yang diimpikannya. Banyak diantaranya yang menjadi stress, gila atau bunuh diri.

Semuanya terjadi karena manusia menutup pintu hatinya atas kebenaran.

Hati adalah insting yang paling sensitive.
Seekor binatang yang tak berakal, bisa merasakan gangguan yang mungkin akan mengganggu kehidupannya, sehingga bersegera menghindar.

Manusia dengan berkah hati, juga bisa merasakan insting kebenaran, asal diasah dengan baik.
Namun seringkali suara hatinya dikalahkan oleh logika otak, yang justru menyeret pada jurang kesalahan.

Ketidakselarasan pikiran dan hati akan menimbulkan keraguan.
Keraguan yang memuncak akan menimbulkan kegelisahan.
Kegelisahan yang tertimbun dalam akan menimbulkan kecurigaan.
Kecurigaan yang berlebih akan membutuhkan kambing hitam diluar diri.
Otaklah yang mengeksekusinya dengan mencari pembenaran diri dan menyalahkan orang lain tanpa alasan

Orang kemudian menjadi kehilangan instropeksi atas dirinya.

Orang yang paling bahagia adalah
Orang yang hatinya bersyukur ketika diberi nikmat, sekecil apapun itu
Orang yang hatinya tawakkal ketika diberi cobaan, seberat apapun itu
Dan orang yang hatinya tersenyum ketika melihat orang lain gembira

Ternyata kebahagiaan ada dimana-mana
Maka gapailah dengan sukacita…


Celesta, 13 Juli 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar