Bom Ritz Carlton-JW Marriot Dan Pemilihan Presiden (Putaran Kedua)

02.07 / Diposting oleh Phyrman /

Ledakan bom di dua hotel internasional bintang lima dengan tingat pengamanan terketat di Jakarta, bahkan mungkin di Indonesia, tidak hanya merenggut nyawa 9 korban dan sekitar 50 korban luka. Namun juga bisa merubah tatanan perpolitikan di Indonesia yang baru saja menyelesaikan salah satu tahap pemilihan presiden yaitu pencontrengan pada 8 juli 2009. Rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU hampir berakhir dan titik paling menentukan dan pastinya ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia adalah pengumuman pemenang pemilu presiden pada 24-25 Juli 2009 nanti, tinggal menunggu hari.

Semua kandidat pasti berharap-harap cemas, pasangan JK –Wiranto hampir dipastikan kalah dan capres Jusuf Kalla pun secara implisit sudah mengakui kekalahannya dengan memberi ucapan selamat (sementara) kepada pasangan SBY-Boediono, yang berdasarkan penghitungan cepat beberapa lembaga survey memenangi pilpres tahap pertama ini dengan perolehan angka sekitar 60%. Hampir pasti sebagai juara dan runner up pada pilpres tahap satu adalah pasangan SBY-Boediono dan Mega-Prabowo. Yang paling mendebarkan adalah prosentase perolehan angkanya, apakah hasil penghitungan manual KPU nantinya pasangan SBY-Boediono mampu meraih angka diatas 50%. Jika iya, maka peta perpolitikan akan berjalan normal seperti analisis banyak pengamat.

Namun seandainya informasi yang sempat dirilis media massa beberapa hari terakhir tentang adanya bocoran informasi yang diterima tim advokasi Mega-Prabowo bahwa penghentian proses tabulasi nasional oleh KPU dikarenakan perolehan pasangan SBY-Boediono hanya 47%, Mega-Prabowo 31% dan JK-Wiranto 23% itu benar, maka harus diselenggarakan putaran tahap kedua Pemilihan Presiden.

Putaran kedua pilpres bisa menjadi mimpi buruk bagi tim sukses SBY-Boediono, setelah adanya bom di hotel Ritz Carlton dan JW Marriot pada 17 Juli 2009 kemarin. Jika tidak ada bom, tim sukses SBY-Boediono akan mudah untuk menambah sisa 4 persen suara, karena hampir pasti suara pasangan JK-Wiranto yang terpecah, sebagian akan mendukung pasangan incumbment ini. Namun setelah peristiwa bom yang menewaskan beberapa warga asing dan melukai top eksekutif beberapa perusahaan multinasional, maka peta perpolitikan bisa berubah drastis.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya
1. Stabilitas keamanan Indonesia dari aksi terorisme yang selama ini dibanggakan oleh presiden SBY langsung runtuh.
Selama ini rakyat menilai bahwa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, presiden SBY menangani bidang politik dan keamanan, sedangkan wapres Jusuf Kalla menangani bidang ekonomi. Isu terorisme masuk dalam bidang keamanan yang menjadi tanggung jawab presiden. Ada kemungkinan persepsi masyarakat terhadap keberhasilan pemerintahan SBY bisa berbalik arah.

2. Dukungan perusahaan multinasional terhadap SBY.
Selama ini presiden SBY dianggap terbuka bagi masuknya investasi asing dibanding wapres Jusuf Kalla yang cenderung mengutamakan pengusaha lokal. Negosiasi Blok Cepu menjadi contoh bagaimana pemerintah kalah oleh tekanan asing. Namun ledakan yang menewaskan beberapa top eksekutif perusahaan multinasional yang sedang breakfast meeting, bisa merusak kepercayaan itu.
Beberapa WNA yang tewas adalah Timothy Mackay (presdir PT Holcim Indonesia) dan Garth McEvoy (commercial manager PT Thiess Contractors Indonesia). Juga melukai beberapa top eksekutif dari PT Freeport Indonesia, PT Castle Asia dll. Bukan rahasia umum bahwa dana kampenye terbesar para kandidat berasal dari perusahaan pendukung, bukan partai atau partisan.

3. Konferensi Pers SBY tentang bom yang menuai banyak konflik.
Dalam suasana genting dan penuh ketidakpastian soal pelaku pengeboman dan motifnya, seharusnya presiden cukup mengecam dan mengajak rakyat bersatu dalam melawan terorisme. Namun tuduhan secara implisit bahwa ada motif politik untuk mengacaukan hasil pilpres tentunya menyudutkan kandidat lain. Dan yang paling tersentil adalah Prabowo, cawapres dari Megawati. Karena dia adalah bekas militer, yang paling mungkin dianggap menguasai strategi teror.
Jika tim sukses Mega-Prabowo cerdas untuk menyikapi pidato presiden yang cenderung sentimentil dan paranoid itu, bukan tidak mungkin bahwa sosok Prabowo yang tegas dan keras ini malah bisa menjadi figur idola baru masyarakat untuk memberantas aksi terorisme.


Seandainya benar-benar ada putaran kedua pemilihan presiden 2009, tim sukses SBY-Boediono harus bekerja ekstra keras lagi dan merubah strategi kampanye nya. Dan tentunya akan membutuhkan biaya yang sangat mahal. Dan bukan tidak mungkin hasil pilpres putaran kedua akan berbeda dari putaran pertama.

Sency, 19 Juli 2009

Dwi Firmansyah
http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar