Ada Waktu Ritual dan Ada Waktu Nakal

22.27 / Diposting oleh Phyrman /

Kalo inget masa2 indah jaman kuliah di yogya dulu, gw sering tersenyum sendiri, moment yang selalu teringat adalah gimana kita satu gang BC 13 (Broadcasting UGM 94-red), ngakalin hati dan logika agar bisa selalu berjalan beriringan, menyelaraskan kenakalan dengan ritual, sehingga bisa bandel tanpa terlalu merasa bersalah.

Salahsatu rutinitas tiap malam minggu adalah kongkow2 para jomblo sambil dikit2 “penerbangan”, yang menarik adalah waktu “take off” harus diatas jam 7 malam, atau setelah sholat isya. Sang pilot memutuskan jam tersebut demi menghormati anggotanya yang rajin beribadah, karena ada larangan agama untuk sholat dalam kondisi “terbang”. Yap, dan aturan tersebut disepakati dan ditaati oleh seluruh anggota gang.
So, konsep STMJ (sholat terus maksiat jalan) bisa lancar berjalan hehehe…
Abis beribadah terus nakal dan abis nakal sholat lagi hehehe…

Pengaturan jadwal antara kemaksiatan dan ritual ternyata juga terjadi di kawasan Dolly. Pemerintah Kota Surabaya menetapkan larangan pembukaan prostitusi Dolly selama bulan ramadhan, jadi dalam 1 tahun, ada masa jeda waktu 1 bulan kemaksiatan. Ada waktu untuk insyaf dan bertobat. Demikian pula, kegiatan malam dalam keseharian di kawasan itu, biasanya dimulai usai berakhirnya ritual agama di masjid At taubah, yang terletak tepat di jantung kawasan ramai itu.

Pada hari2 biasa masjid At Taubah lebih banyak dipergunakan untuk sholat berjamaah saja, dan sedikit sekali untuk kegiatan pengajian, taddarusan dll. Sedangkan pada bulan ramadhan, baru kegiatan keagamaan seperti sholat tarawih, tilawatil quran, TPA marak dilakukan.

Menilik sejarahnya, Masjid At-Taubah ini dibangun pada 1989 di atas tanah wakaf seorang muncikari yang insaf. Surip, muncikari itu, terpaksa memberikan tanahnya karena anaknya sakit. Ia telah membawa si anak berobat ke mana-mana dengan hasil nol besar. Perubahan baru terjadi setelah seorang kiai menasihatinya agar membangun masjid atau musala.

Hingga kini masjid megah itu masih tegak berdiri, menjadi oase bagi manusia yang penuh maksiat agar teringat Tuhannya. Laksana nyala lilin di tengah kegelapan hutan yang pekat, walau hanya secercah namun bisa menjadi pengingat bahwa Tuhan masih ada dan akan selalu ada.

Ya, masjid At Taubah juga menjadi sarana belajar bagi anak2 mucikari dan PSK agar tetap mengenal Tuhan dan agama. Setiap orang pasti berharap agar anak2nya kelak menjadi yang terbaik, tidak seperti mereka. Karenanya harapan akan terputusnya kemaksiatan sebuah generasi pasti ada. Selalu ada asa berakhirnya periode kemaksiatan dalam keluarga, dan digantikan periode keemasan pada anak2nya.

Mungkin saat ini, gema adzan yang berkumandang, akan bergantian dengan hingar bingar musik disko yang memekakkan telinga. Agama dan prostitusi memang selalu hidup berdampingan, bahkan menurut sejarah, prostitusi hadir lebih dulu dibanding agama. yap, karena agama datang untuk mengurangi prostitusi. Dan selama itu ada, kehidupan manusia akan tetap berjalan beriringan.

Sebuah tempat peribadatan seperti masjid, pasti punya aura magis tersendiri bagi pemeluknya. Karena disitulah, segala kelemahan jiwa terasa, dan semua kebesaran Tuhan memancar dalam doa.
Masjid Istiqlal, Sunda Kelapa, Cut Mutia, dan beragam masjid agung di berbagai kota pernah ku coba, dan semuanya punya aura khas masing2.

Jadi penasaran juga nich, seperti apa aura khas masjid At Taubah hehehe…


Darmo Permai, 9 Mei 2009

Dwi Firmansyah

http://ruangstudio.blogspot.com

Label:

0 komentar:

Posting Komentar